FREE Download and Play MUSIC

Gfriend-Time for the moon night
Gfriend-Rough (fast. ver)
Gfriend-Sunrise

Friday, February 22, 2019

Laporan Praktikum Kimia Fisika I (Panas Pelarutan Asam Oksalat)


LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I
PANAS PELARUTAN ASAM OKSALAT

A.    Tujuan
1.      Menentukan kelarutan suatu zat dan pengaruh suhu terhadap kelarutan
2.      Menghitung panas pelarutan suatu zat

B.     Pendahuluan
Energi dapat dikaitkan dalam kehidupan, salah satunya energi entalpi yang didefinisikan sebagai perubahan kalor reaksi yang diukur untuk reaksi yang berlangsung di atmosfir terbuka (lebih tepatnya, reaksi yang berlangsung pada tekanan konstan dan dengan kerja terbatas, yaitu jenis tekanan – volume baik itu pengembangan maupun pengerutan sistem). Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran standard dan entalpi pelarutan standar. Entalpi yang berperan disini adalah entalpi pelarutan, yang dimaksud dengan entalpi pelarutan adalah jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar.
Kebanyakan reaksi kimia berlangsung bukan antara padatan murni, cairan murni, atau gas murni, melaikan antara ion-ion dan molekul yang terlarut dalam air atau pelarut lain. Fokus kali ini adalah larutan jenuh, alasan digunakan larutan jenuh karena terjadinya keseimbangan antara moleku-molekul zat yang larut dengan yang tidak larut. Dimana kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap sehingga konsentrasi zat dalam larutan selalu tetap. Bila keseimbangan diganggu dengan perubahan suhu maka konsentrasi larutan akan berubah. Adapun pengaruh suhu terhadap kelarutan menurut Van’t Hoff, jika panas kelarutan positif (endodermis) atau semakin tinggi temoeratur maka akan banyak zat terlarut. Sedangkan panas kelarutan negtif (eksotermis) atau semakin tinggi temperature maka akan semakin berkurang zat yang dapat larut.

C.     Dasar Teori
Kelarutan zat terlarut diketahui dari konsentrasi dalam larutan jenuhnya, biasanya dinyatakan dalam banyaknya mol zat terlarut per liter larutan jenuh (Petrucci, 1992). Kelarutan (s) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya (Vogel, 1990). Larutan jenuh merupakan larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu. Untuk zat elektrolit yang sukar larut, larutan jenuh dicirikan oleh nilai Ksp. Jika larutan mengandung zat terlarutnya melebihi jumlah maksimum kelarutan pada suhu tertentu, maka dikatan bahwa larutan telah lewat jenuh (Mulyono, 2005). Kelarutan bergantung pada suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi pelarutnya.
Perubahan kelarutan denga tekanan tidak mempunyai arti penting yang praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfir, perubahan sedikit dari tekanan atmosfir tidak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebi penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu, meskipun beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal yang sebaliknya. Laju kenaikan dengan suhu berbeda-beda dalam beberap hal sangat kecil sekali dlam hal-hal lainnya sangat besar (Vogel, 1990).
Untuk menentukan perubahan  entalpi yang terjadi pada larutan, maka konsentrasi larutannya perlu ditetapkan terlebih dahulu. Panas pelarutan suatu zat adalah perubahan entalpi yang terjadi bila 1 mol zat itu dilarutkan ke dalam suatu pelarutan untuk mencapai konsentrasi tertentu. Panas pealrutan tersebut dinamakan panas pelarutan integral atau panas pelarutan total. Panas pelarutan bukan tergantung pada jenis zat yang dilarutkan, jenis pelarut, suhu dan tekanan, tetapi bergantung pada konsentrasi larutan yang hendak dicapai (Alberty, 1992).
Penafsiran mengenai perubahan temperatur pada kelarutan didasarkan pada asas Le Chatelier, yang dikemukakan oleh ahli kimia Prancis Hart Louis Le Chatelier (1850 – 1936). Bila dilakukan suatu paksaan pada suatu sistem keseimbangan, sistem itu cenderung berubah sedemikian untuk mengurangu akibat paksaan itu (keenan, dkk. 1984).
Titrasi merupakan penambahan secara cermat suatu volume larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya sudah diketahui, kepada larutan kedua yang mengandung zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Titrasi asam basa yaitu suatu reaksi yang menunjukan perubahan warna yang tidak tajam dan sebelum larutan dititrasi yaitu asam oksalat ditetesi oleh indikator, dimana dengan ditambah indikator dapat ditentukan konsentrasi asam oksalat dan ditritasi dengan natrium hidroksida yang sudah diketahui secara cermat (oxtoby, dkk, 1999). Titik ekuivalen ialah titik pada saat jumlah mol ion OH yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang semula ada (Chang, 2003).
Entropi adalah ketidak teraturan suatu sistem. Semakin tidak teratur suatu sistem semakin besar entropinya (DS > 0), sedangkan semakin teratur suatu sistem maka semakin kecil entropinya (DS<0). Sehingga entropi yang kecil tidak terjadi kesepontanan begitu juga sebaliknya. Padat < cair < gas terjadi peningkatan ketidakteraturan (oxtoby, dkk, 1999)
Asam oksalatadalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC – COOH. Merupakan asam organic yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor.
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC – COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan.
Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 100C) dan larut dalam alcohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (Na,K), yang larut dalam air (5-25%), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat.
Asam oksalat mempunyai masssa molar 90,03 g/mol (anhidat) dan 126,07 g/mol (dihidrat), rupa putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm3 (anhidrat) dan 1.653 g/cm3 (dihidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 ml (150C), 14,3 g/100 ml (250C) dan 120 g/100 ml (1000C) dan titik didih sebesar 101-1020C (dihidrat)(Anonim, 2010).
Natrium hidroksida murni merupakan padatan putih, tersedia di pellet, serpih, butiran dan sebagai larutan 50% jenuh. Ini adalah higrokopis dan mudah menyerap air dari udara, sehingga harus disimpan dalam kedap udara wadah. Sangat larut dalam air dengan pembebasan panas. Ini juga larut dalam etanol dan methanol, meskipun pameran kelarutan rendah dalam larutan daripada kalium hdroksida. Natrium hidroksida cair juga merupakan basa kuat, tapi suhu tinggi batas yang diperlukan aplikasi. Hal ini tidak larut dalam eter dan pelarut non-polar. Sebuah natrium hidroksida larutan akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Anonim, 2010).
NaOH mempunyai sifat DH0 pembubaran untuk diencerkan berair -44,45 kJ/mol. Dari larutan berair pada12,3 – 61,80C, mengkristal di monohidrat, dengan titik lebur 65,10C dan densitas 1,829g/cm3. DH0 form -734,96 kJ/mol. Monohidratdari -28 ke  -240C. Heptahidrat dari -24 ke -17,70C. -17,7 ke pentahydrate dari -5,40C. Tetrahydrate (a-berubah), di -5,4 – 12,30C juga tahu metastabil b-NaOH 4H2O. Yang diatas 61,80C adalah mengkristal (Anonim, 2010).
Indikator asam-basa (fenoftalen) menunjukan bahwa suatu larutan bersifat asam atau basa. Indikator asam-basa seperti pp (fenoftalen) mempunyai warna tertentu pada trayek PH/ rentang PH tertentu=>yang menunjukan dengan perubahan warna indikator. Kalau indikator yang menunjukan PH basa, karena dia beradda pada rentang PH antara 8,3 hingga 10,0 (dari tak berwarna – merah pink). Kalau pada percobaan anda ketika NaOH diberi fenoftalen, lalu warnanya berubah menjadi merah lembayung, maka trayek PH-nya mungkin sekitar 9-10 (Anonim, 2010).
Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Jika kesetimbangan terganggu dengan adanya perubahan temperatur maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dinyatakan sebagai berikut:
d ln S/dt = (DH)/RT2
dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan
ln S2/S1 = (DH/R) (T1-1 – T2-1)
Ln S = - (DH)/RT + konstanta
Dimana :
1.      S1, S2 = kelarutan masing-masing zat pada temperatur T1 dan T2 (g/1000 gram solven)
2.      DH = panas pelarutan ( Panas pelarutan / g(gram))
3.      R= konstanta gas umum
Secara umum panas pelarutan adalah positif (endodermis) sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutnya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu maka akan semakin berkurang zar yang dapat larut (Tim Kimia Fisika, 2009)

D.    Alat dan Bahan
D.1 Alat
Percobaan kali ini adapun alat yang digunakan anatara lain : Termostat, thermometer, buret 50 ml, pengaduk, botol aquades, gelas ukur 100 ml, gelas beker 250 ml, corong, statif dan klem, hot plate dan bola hisap.
D.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : Asam oksalat, larutan NaOH 0,5M, fenoltalein dan es batu.

E.     Cara Kerja
Dimasukan 150ml larutan asam oksalat jenuh ke dalam tabung reaksi. Kemudian seluruh tabung reaksi dimasukan ke dalam thermostat sehingga larutan asam oksalat tercelup. Disiapkan tiga tabung Erlenmeyer kosong, yang kemudian ditimbang dari masing-masing tabung Erlenmeyer sebelum diisikan 10 ml larutan asam oksalat untuk masing-masing tabung. Dimulai dari suhu yang paling rendah yaitu 100C dengan dimasukan es batu ke dalam thermostat yang mengelilingi tabung reaksi. Setelah selesai pada suhu 100C, diambil 10 ml untuk diisikan ke dalam tiga tabung Erlenmeyer yang telah ditimbang tadi. Setelah diisi, Erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan asam oksalat ditimbang kembali.
Setelah ditimbang barulah ketiga tabung Erlenmeyer tadi di tetesi fenoltalein. Langkah selanjutnya ditritasi dengan larutan NaOH yang telah disiapkan dalam buret 50 ml yang dipasang pada statif dan klem. Larutan tadi ditambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH, sambil digoyangkan tabung Erlenmeyer hingga timbul warna. Larutan NaOH yang digunakan dicatat. Untuk kenaikan berikutnya tabung reaksi diletakkan ke dalam thermostat yang berisi air dingin dari 200C, 250C sedangkan untuk suhu 300C dan 350C dipanaskan di pemangasan air. Langkah yang digunakan pada suhu 200C, 250C, 300C dan 350C sama dengan perlakuan yang digunakan pada suhu 100C. Tiga Erlenmeyer kosong dilakukan satu kali penimbangan dan satu kali penimbangan larutan asam oksalat berisi 10 ml yang diisikan ke dalam tiga tabung Erlenmeyer.

F.      Data Percobaan dan Grafik
F.1 Tabel 1
No
Temperatur (0C)
Massa Erlenmeyer Kosong (g)
Massa Erlenmeyer + Larutan(g)
Massa Larutan (g)
Volume titrasi NaOH (ml)
1
35
111,7356
21,9336
10,1980
26,33
2
30
111,7356
21,9336
10,1980
21,87
3
25
111,7356
21,9336
10,1980
15,97
4
20
111,7356
21,9336
10,1980
15,70
5
10
111,7356
21,9336
10,1980
15,33

F.2 Tabel 2
No
T(K)
1/T
S
Ln S
V NaOH (L)
1
308
3,25. 10-3
19,487
2,969
2,633. 10-2
2
303
3,30. 10-3
15,563
2,745
2,187. 10-2
3
298
3,36. 10-3
10,923
2,391
1,597. 10-2
4
293
3,41. 10-3
10,978
2,396
1,570. 10-2
5
283
3,53. 10-3
10,702
2,370
1,533. 10-2

F.3 Gambar Grafik

 


G.    Pembahasan
Percobaan kali ini yang berjudul panas pelarutan asam oksalat akan menguji larutan asam oksalat pada temperatur 100C, 200C, 250C, 300C dan 350C. Adapun tujuan dari percobaan kali ini, yaitu menentukan kelarutan suatu zat dan pengaruh suhu terhadap kelarutan, kemudian juga menghitung panas pelarutan suatu zat. Langkah pertama agar asam oksalat memiliki suhu rendah 100C, asam oksalat diremdam dalam air es. Tujuan dimulai dari suhu rendah, digunakan untuk memudahkan dalam pengambilan sampel pada suhu 200C, 250C, 300C dan 350C. Hal ini dikarenakan suhu ruangan yang mendukung tetapi untuk suhu 300C dan 350C dilakukan pemanasan untuk mempercepat pengambilan sampel dan juga membutuhkan banyak panas untuk memperoleh suhu 300C dan 350C.
Sampel diambil sebanyak 10 ml. Tepat suhu 100C, larutan dimasukan ke dalam tiga tabung Erlenmeyer yang masing-masing tabung Erlenmeyer telah ditimbang. Kemudian ke tiga tabung Erlenmeyer yang telah terisi ditimbang kembali. Hal ini dilakukan untuk dapat mencari massa larutan rata-rata dari ke tiganya. Biasanya pengambilan pada suhu rendah dengan pipet ukur 10 ml, terdapat pembekuan larutan dalam pipet. Sehingga pipet dicuci dalamnya dengan air, agar dapat digunakan kembali untuk mengambil larutan.
Ketiga larutan yang tepat 100C itu, kemudian di titrasi dengan NaOH dan ditambahkan indicator PP. Penambahan NaOH dalam percobaan ini, bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam oksalat dengan tepat. Sedangkan penambahan indicator PP, bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan fisika pada titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna merah lembayung. Indikator PP juga memiliki trayek yang tepat untuk kedua larutan dari asam oksalat (asam lemah) dan NaOH (basa kuat), adapun PH indikator yang mencapai titik ekuivalen PH>7 dari kedua larutan yakni 8,2 – 10,0.
Pengambilan data yang diperoleh didapatkan rata-rata larutan NaOH bertambah dengan meningkatnya suhu 100C, 200C, 250C, 300C dan 350C yaitu 15,33 ml, 15,70 ml, 15,97 ml, 21,87 ml dan 26,33 ml. Hal ini disebabkan terjadinya renggangan jarak antara molekul-molekul zat dalam asam oksalat pada saat suhu naik yang memungkinkan gaya antara molekul NaOH menjadi lemah, sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik menarik antara molekul asam oksalat dan terjadilah kelarutan. Kemudian terjadi sedikit endapan, itu sebabnya volume NaOH menjadi banyak terlarut pada tiap kenaikan suhu. Adapun reaksi asam oksalat dengan NaOH yatu :
C2H2O4 (aq) + 2NaOH (aq)® Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
Data yang diperoleh dari banyaknya volume NaOH yang digunakan dalam penitrasi 10 ml H2C2O4 ini, adalah untuk mengetahui hatga s (kelarutan). Harga s ini, kemudian digunakan dalam grafik hubungan Ln s dan 1/T. Nilai yang telah diolah dalam grafik, diperoleh nilai m (kemiringan garis) sebesar -2188. Dan nilai DH sebesar 17,797 kJ/mol. Nilai DH yang diperoleh bernilai positif, hal ini berarti kelarutan asam oksalat bersifat endodermis. Hal ini dibuktikan dengan semakin sedikitnya jumlah asam oksalat yang larut seiring dengan turunya suhu, yaitu pada suhu yang semakin rendah maka akan banyak terbentuk endapan serta pada waktu dilakukan pengadukan, suhu larutan turun dan diluar gelas Erlenmeyer terasa dingin. Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 10 ml H2C2O4 bertambah jika suhunya dinaikan dan berkurang jika suhunya diturunkan. Jumlah volume NaOH yang dibutuhkan berbanding lurus dengan kelarutan H2C2O2 atau bisa ditulis bahwa grafik hubungan Ln s berbanding lurus dengan 1/T. Salah satu faktor kesalahan data adalah ketelitian dalam penentuan titik ekuivalen.

H.    Kesimpulan
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kelarutan asam oksalat bersifat endotermis. Untuk larutan H2C2O4 semakin tinggi temperatur maka kelarutanya akan semakin besar dan semakin rendah temperatur maka kelarutannya semakin kecil dibuktikan dari data yaitu pada suhu 100C, 200C, 250C, 300C dan 350C diperoleh kelarutan NaOH sebesar 15,33 ml, 15,70 ml, 15,97 ml, 21,87 ml dan 26,33 ml. Nilai DH adalah 17,79 kJ/mol yang diperoleh dari nilai m (kemiringan garis) sebesar -2188.

I.       Daftar Pustaka
Alberty, Robert.A. 1991. Kimia Fisik. Jakarta : Erlangga.
Anonim. 2010. MSDS Bahan. http://www.chem-is-try.org/ diakses tanggal 28 oktober
                         2012
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Ham, Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Jakarta : Bumi Aksara.
Keenan, dkk. 1984. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
Oxtoby, dkk. 1999. Pranata Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Ke empat Jilid 1.
                            Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 1992. Kimia Dasar “Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta : Erlangga.  
Tim Kimia Fisika. 2010. Penentuan Praktikum Termodinamika Kimia. UNEJ : Jember.
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT Kalman
                            Media Pustaka



No comments:

Post a Comment