LAPORAN
RESMI
PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA I
PANAS
PELARUTAN ASAM OKSALAT
A.
Tujuan
1. Menentukan
kelarutan suatu zat dan pengaruh suhu terhadap kelarutan
2. Menghitung
panas pelarutan suatu zat
B.
Pendahuluan
Energi
dapat dikaitkan dalam kehidupan, salah satunya energi entalpi yang
didefinisikan sebagai perubahan kalor reaksi yang diukur untuk reaksi yang
berlangsung di atmosfir terbuka (lebih tepatnya, reaksi yang berlangsung pada
tekanan konstan dan dengan kerja terbatas, yaitu jenis tekanan – volume baik
itu pengembangan maupun pengerutan sistem). Entalpi digolongkan menjadi
beberapa jenis yaitu pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi
pembakaran standard dan entalpi pelarutan standar. Entalpi yang berperan disini
adalah entalpi pelarutan, yang dimaksud dengan entalpi pelarutan adalah jumlah
kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan
standar.
Kebanyakan
reaksi kimia berlangsung bukan antara padatan murni, cairan murni, atau gas
murni, melaikan antara ion-ion dan molekul yang terlarut dalam air atau pelarut
lain. Fokus kali ini adalah larutan jenuh, alasan digunakan larutan jenuh
karena terjadinya keseimbangan antara moleku-molekul zat yang larut dengan yang
tidak larut. Dimana kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap sehingga
konsentrasi zat dalam larutan selalu tetap. Bila keseimbangan diganggu dengan
perubahan suhu maka konsentrasi larutan akan berubah. Adapun pengaruh suhu
terhadap kelarutan menurut Van’t Hoff, jika panas kelarutan positif (endodermis)
atau semakin tinggi temoeratur maka akan banyak zat terlarut. Sedangkan panas
kelarutan negtif (eksotermis) atau semakin tinggi temperature maka akan semakin
berkurang zat yang dapat larut.
C.
Dasar Teori
Kelarutan
zat terlarut diketahui dari konsentrasi dalam larutan jenuhnya, biasanya
dinyatakan dalam banyaknya mol zat terlarut per liter larutan jenuh (Petrucci,
1992). Kelarutan (s) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya (Vogel, 1990). Larutan jenuh merupakan
larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu
tertentu. Untuk zat elektrolit yang sukar larut, larutan jenuh dicirikan oleh
nilai Ksp. Jika larutan mengandung zat terlarutnya melebihi jumlah maksimum
kelarutan pada suhu tertentu, maka dikatan bahwa larutan telah lewat jenuh
(Mulyono, 2005). Kelarutan bergantung pada suhu, tekanan, konsentrasi
bahan-bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi pelarutnya.
Perubahan
kelarutan denga tekanan tidak mempunyai arti penting yang praktis dalam
analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana
terbuka pada tekanan atmosfir, perubahan sedikit dari tekanan atmosfir tidak
mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebi penting adalah
perubahan kelarutan dengan suhu, meskipun beberapa hal yang istimewa (seperti
kalium sulfat) terjadi hal yang sebaliknya. Laju kenaikan dengan suhu
berbeda-beda dalam beberap hal sangat kecil sekali dlam hal-hal lainnya sangat
besar (Vogel, 1990).
Untuk
menentukan perubahan entalpi yang
terjadi pada larutan, maka konsentrasi larutannya perlu ditetapkan terlebih
dahulu. Panas pelarutan suatu zat adalah perubahan entalpi yang terjadi bila 1
mol zat itu dilarutkan ke dalam suatu pelarutan untuk mencapai konsentrasi
tertentu. Panas pealrutan tersebut dinamakan panas pelarutan integral atau
panas pelarutan total. Panas pelarutan bukan tergantung pada jenis zat yang
dilarutkan, jenis pelarut, suhu dan tekanan, tetapi bergantung pada konsentrasi
larutan yang hendak dicapai (Alberty, 1992).
Penafsiran
mengenai perubahan temperatur pada kelarutan didasarkan pada asas Le Chatelier,
yang dikemukakan oleh ahli kimia Prancis Hart Louis Le Chatelier (1850 – 1936).
Bila dilakukan suatu paksaan pada suatu
sistem keseimbangan, sistem itu cenderung berubah sedemikian untuk mengurangu
akibat paksaan itu (keenan, dkk. 1984).
Titrasi
merupakan penambahan secara cermat suatu volume larutan yang mengandung zat A
yang konsentrasinya sudah diketahui, kepada larutan kedua yang mengandung zat B
yang konsentrasinya tidak diketahui, yang mengakibatkan reaksi antara keduanya
secara kuantitatif. Titrasi asam basa yaitu suatu reaksi yang menunjukan
perubahan warna yang tidak tajam dan sebelum larutan dititrasi yaitu asam
oksalat ditetesi oleh indikator, dimana dengan ditambah indikator dapat
ditentukan konsentrasi asam oksalat dan ditritasi dengan natrium hidroksida
yang sudah diketahui secara cermat (oxtoby, dkk, 1999). Titik ekuivalen ialah
titik pada saat jumlah mol ion –OH yang ditambahkan ke larutan sama
dengan jumlah mol ion H+ yang semula ada (Chang, 2003).
Entropi
adalah ketidak teraturan suatu sistem. Semakin tidak teratur suatu sistem
semakin besar entropinya (DS
> 0), sedangkan semakin teratur suatu sistem maka semakin kecil entropinya (DS<0). Sehingga entropi yang kecil
tidak terjadi kesepontanan begitu juga sebaliknya. Padat < cair < gas
terjadi peningkatan ketidakteraturan (oxtoby, dkk, 1999)
Asam
oksalatadalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4
dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini
biasa digambarkan dengan rumus HOOC – COOH. Merupakan asam organic yang relatif
kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai
oksalat, juga agen pereduktor.
Banyak
ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik
adalah kalsium oksalat (CaOOC – COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang
sering ditemukan.
Asam
oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 100C)
dan larut dalam alcohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam
alkali (Na,K), yang larut dalam air (5-25%), sementara itu dengan logam dari
alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang
sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam
air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah
kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat.
Asam
oksalat mempunyai masssa molar 90,03 g/mol (anhidat) dan 126,07 g/mol (dihidrat),
rupa putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm3 (anhidrat) dan 1.653
g/cm3 (dihidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 ml (150C),
14,3 g/100 ml (250C) dan 120 g/100 ml (1000C) dan titik
didih sebesar 101-1020C (dihidrat)(Anonim, 2010).
Natrium
hidroksida murni merupakan padatan putih, tersedia di pellet, serpih, butiran
dan sebagai larutan 50% jenuh. Ini adalah higrokopis dan mudah menyerap air
dari udara, sehingga harus disimpan dalam kedap udara wadah. Sangat larut dalam
air dengan pembebasan panas. Ini juga larut dalam etanol dan methanol, meskipun
pameran kelarutan rendah dalam larutan daripada kalium hdroksida. Natrium
hidroksida cair juga merupakan basa kuat, tapi suhu tinggi batas yang
diperlukan aplikasi. Hal ini tidak larut dalam eter dan pelarut non-polar.
Sebuah natrium hidroksida larutan akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas
(Anonim, 2010).
NaOH
mempunyai sifat DH0
pembubaran untuk diencerkan berair -44,45 kJ/mol. Dari larutan berair pada12,3 –
61,80C, mengkristal di monohidrat, dengan titik lebur 65,10C
dan densitas 1,829g/cm3. DH0
form -734,96 kJ/mol. Monohidratdari -28 ke
-240C. Heptahidrat dari -24 ke -17,70C. -17,7 ke
pentahydrate dari -5,40C. Tetrahydrate (a-berubah), di -5,4 – 12,30C
juga tahu metastabil b-NaOH
4H2O. Yang diatas 61,80C adalah mengkristal (Anonim,
2010).
Indikator
asam-basa (fenoftalen) menunjukan bahwa suatu larutan bersifat asam atau basa.
Indikator asam-basa seperti pp (fenoftalen) mempunyai warna tertentu pada
trayek PH/ rentang PH tertentu=>yang menunjukan dengan perubahan warna indikator.
Kalau indikator yang menunjukan PH basa, karena dia beradda pada rentang PH
antara 8,3 hingga 10,0 (dari tak berwarna – merah pink). Kalau pada percobaan
anda ketika NaOH diberi fenoftalen, lalu warnanya berubah menjadi merah
lembayung, maka trayek PH-nya mungkin sekitar 9-10 (Anonim, 2010).
Pada
larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat
yang tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama
dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap.
Jika kesetimbangan terganggu dengan adanya perubahan temperatur maka
konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh temperatur
terhadap kelarutan dinyatakan sebagai berikut:
d
ln S/dt = (DH)/RT2
dengan
mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan
ln
S2/S1 = (DH/R)
(T1-1 – T2-1)
Ln
S = - (DH)/RT +
konstanta
Dimana
:
1. S1,
S2 = kelarutan masing-masing zat pada temperatur T1
dan T2 (g/1000 gram solven)
2. DH = panas pelarutan ( Panas pelarutan /
g(gram))
3. R=
konstanta gas umum
Secara
umum panas pelarutan adalah positif (endodermis) sehingga menurut Van’t Hoff
makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk
zat-zat yang panas pelarutnya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu
maka akan semakin berkurang zar yang dapat larut (Tim Kimia Fisika, 2009)
D.
Alat dan Bahan
D.1
Alat
Percobaan
kali ini adapun alat yang digunakan anatara lain : Termostat, thermometer,
buret 50 ml, pengaduk, botol aquades, gelas ukur 100 ml, gelas beker 250 ml,
corong, statif dan klem, hot plate dan bola hisap.
D.2
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : Asam oksalat, larutan NaOH
0,5M, fenoltalein dan es batu.
E.
Cara Kerja
Dimasukan 150ml larutan asam oksalat
jenuh ke dalam tabung reaksi. Kemudian seluruh tabung reaksi dimasukan ke dalam
thermostat sehingga larutan asam oksalat tercelup. Disiapkan tiga tabung Erlenmeyer
kosong, yang kemudian ditimbang dari masing-masing tabung Erlenmeyer sebelum
diisikan 10 ml larutan asam oksalat untuk masing-masing tabung. Dimulai dari
suhu yang paling rendah yaitu 100C dengan dimasukan es batu ke dalam
thermostat yang mengelilingi tabung reaksi. Setelah selesai pada suhu 100C,
diambil 10 ml untuk diisikan ke dalam tiga tabung Erlenmeyer yang telah
ditimbang tadi. Setelah diisi, Erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan asam
oksalat ditimbang kembali.
Setelah ditimbang barulah ketiga tabung Erlenmeyer
tadi di tetesi fenoltalein. Langkah selanjutnya ditritasi dengan larutan NaOH
yang telah disiapkan dalam buret 50 ml yang dipasang pada statif dan klem.
Larutan tadi ditambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH, sambil digoyangkan
tabung Erlenmeyer hingga timbul warna. Larutan NaOH yang digunakan dicatat.
Untuk kenaikan berikutnya tabung reaksi diletakkan ke dalam thermostat yang
berisi air dingin dari 200C, 250C sedangkan untuk suhu 300C
dan 350C dipanaskan di pemangasan air. Langkah yang digunakan pada
suhu 200C, 250C, 300C dan 350C sama
dengan perlakuan yang digunakan pada suhu 100C. Tiga Erlenmeyer kosong
dilakukan satu kali penimbangan dan satu kali penimbangan larutan asam oksalat
berisi 10 ml yang diisikan ke dalam tiga tabung Erlenmeyer.
F.
Data Percobaan dan Grafik
F.1
Tabel 1
No
|
Temperatur (0C)
|
Massa
Erlenmeyer Kosong (g)
|
Massa
Erlenmeyer + Larutan(g)
|
Massa Larutan
(g)
|
Volume titrasi
NaOH (ml)
|
1
|
35
|
111,7356
|
21,9336
|
10,1980
|
26,33
|
2
|
30
|
111,7356
|
21,9336
|
10,1980
|
21,87
|
3
|
25
|
111,7356
|
21,9336
|
10,1980
|
15,97
|
4
|
20
|
111,7356
|
21,9336
|
10,1980
|
15,70
|
5
|
10
|
111,7356
|
21,9336
|
10,1980
|
15,33
|
F.2
Tabel 2
No
|
T(K)
|
1/T
|
S
|
Ln S
|
V NaOH (L)
|
1
|
308
|
3,25. 10-3
|
19,487
|
2,969
|
2,633. 10-2
|
2
|
303
|
3,30. 10-3
|
15,563
|
2,745
|
2,187. 10-2
|
3
|
298
|
3,36. 10-3
|
10,923
|
2,391
|
1,597. 10-2
|
4
|
293
|
3,41. 10-3
|
10,978
|
2,396
|
1,570. 10-2
|
5
|
283
|
3,53. 10-3
|
10,702
|
2,370
|
1,533. 10-2
|
F.3
Gambar Grafik
G.
Pembahasan
Percobaan
kali ini yang berjudul panas pelarutan asam oksalat akan menguji larutan asam
oksalat pada temperatur 100C, 200C, 250C, 300C
dan 350C. Adapun tujuan dari percobaan kali ini, yaitu menentukan
kelarutan suatu zat dan pengaruh suhu terhadap kelarutan, kemudian juga menghitung
panas pelarutan suatu zat. Langkah pertama agar asam oksalat memiliki suhu
rendah 100C, asam oksalat diremdam dalam air es. Tujuan dimulai dari
suhu rendah, digunakan untuk memudahkan dalam pengambilan sampel pada suhu 200C,
250C, 300C dan 350C. Hal ini dikarenakan suhu
ruangan yang mendukung tetapi untuk suhu 300C dan 350C
dilakukan pemanasan untuk mempercepat pengambilan sampel dan juga membutuhkan
banyak panas untuk memperoleh suhu 300C dan 350C.
Sampel
diambil sebanyak 10 ml. Tepat suhu 100C, larutan dimasukan ke dalam
tiga tabung Erlenmeyer yang masing-masing tabung Erlenmeyer telah ditimbang.
Kemudian ke tiga tabung Erlenmeyer yang telah terisi ditimbang kembali. Hal ini
dilakukan untuk dapat mencari massa larutan rata-rata dari ke tiganya. Biasanya
pengambilan pada suhu rendah dengan pipet ukur 10 ml, terdapat pembekuan
larutan dalam pipet. Sehingga pipet dicuci dalamnya dengan air, agar dapat
digunakan kembali untuk mengambil larutan.
Ketiga
larutan yang tepat 100C itu, kemudian di titrasi dengan NaOH dan
ditambahkan indicator PP. Penambahan NaOH dalam percobaan ini, bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi asam oksalat dengan tepat. Sedangkan penambahan indicator
PP, bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan fisika pada titik akhir titrasi
yang ditandai dengan perubahan warna merah lembayung. Indikator PP juga
memiliki trayek yang tepat untuk kedua larutan dari asam oksalat (asam lemah)
dan NaOH (basa kuat), adapun PH indikator yang mencapai titik ekuivalen PH>7
dari kedua larutan yakni 8,2 – 10,0.
Pengambilan
data yang diperoleh didapatkan rata-rata larutan NaOH bertambah dengan
meningkatnya suhu 100C, 200C, 250C, 300C
dan 350C yaitu 15,33 ml, 15,70 ml, 15,97 ml, 21,87 ml dan 26,33 ml.
Hal ini disebabkan terjadinya renggangan jarak antara molekul-molekul zat dalam
asam oksalat pada saat suhu naik yang memungkinkan gaya antara molekul NaOH
menjadi lemah, sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik menarik antara molekul
asam oksalat dan terjadilah kelarutan. Kemudian terjadi sedikit endapan, itu
sebabnya volume NaOH menjadi banyak terlarut pada tiap kenaikan suhu. Adapun
reaksi asam oksalat dengan NaOH yatu :
C2H2O4
(aq) + 2NaOH (aq)®
Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
Data
yang diperoleh dari banyaknya volume NaOH yang digunakan dalam penitrasi 10 ml
H2C2O4 ini, adalah untuk mengetahui hatga s
(kelarutan). Harga s ini, kemudian digunakan dalam grafik hubungan Ln s dan
1/T. Nilai yang telah diolah dalam grafik, diperoleh nilai m (kemiringan garis)
sebesar -2188. Dan nilai DH
sebesar 17,797 kJ/mol. Nilai DH
yang diperoleh bernilai positif, hal ini berarti kelarutan asam oksalat
bersifat endodermis. Hal ini dibuktikan dengan semakin sedikitnya jumlah asam
oksalat yang larut seiring dengan turunya suhu, yaitu pada suhu yang semakin
rendah maka akan banyak terbentuk endapan serta pada waktu dilakukan
pengadukan, suhu larutan turun dan diluar gelas Erlenmeyer terasa dingin.
Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 10 ml H2C2O4
bertambah jika suhunya dinaikan dan berkurang jika suhunya diturunkan. Jumlah
volume NaOH yang dibutuhkan berbanding lurus dengan kelarutan H2C2O2
atau bisa ditulis bahwa grafik hubungan Ln s berbanding lurus dengan 1/T. Salah
satu faktor kesalahan data adalah ketelitian dalam penentuan titik ekuivalen.
H.
Kesimpulan
Penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa kelarutan asam oksalat bersifat endotermis.
Untuk larutan H2C2O4 semakin tinggi temperatur
maka kelarutanya akan semakin besar dan semakin rendah temperatur maka
kelarutannya semakin kecil dibuktikan dari data yaitu pada suhu 100C,
200C, 250C, 300C dan 350C diperoleh
kelarutan NaOH sebesar 15,33 ml, 15,70 ml, 15,97 ml, 21,87 ml dan 26,33 ml.
Nilai DH adalah 17,79
kJ/mol yang diperoleh dari nilai m (kemiringan garis) sebesar -2188.
I.
Daftar Pustaka
Alberty,
Robert.A. 1991. Kimia Fisik. Jakarta
: Erlangga.
Anonim.
2010. MSDS Bahan. http://www.chem-is-try.org/ diakses
tanggal 28 oktober
2012
Chang,
Raymond. 2003. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta
: Erlangga.
Ham,
Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Jakarta :
Bumi Aksara.
Keenan,
dkk. 1984. Kimia Untuk Universitas.
Jakarta : Erlangga
Oxtoby,
dkk. 1999. Pranata Prinsip-Prinsip Kimia
Modern Edisi Ke empat Jilid 1.
Jakarta : Erlangga.
Petrucci,
Ralph H. 1992. Kimia Dasar “Prinsip dan
Terapan Modern. Jakarta : Erlangga.
Tim
Kimia Fisika. 2010. Penentuan Praktikum
Termodinamika Kimia. UNEJ : Jember.
Vogel.
1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro
dan Semimikro. Jakarta : PT Kalman
Media Pustaka
No comments:
Post a Comment