LAPORAN
RESMI
PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA I
TERMODINAMIKA
REAKSI PEMBENTUKAN ION KOMPLEKS FeSCN2+
A. Tujuan
Percobaan
Menentukan konstanta
kesetimbangan DG0,
DH0
dan DS0
reaksi pembentukan ion kompleks.
B. Dasar
Teori
1.
Entalpi
Jika
sebuah system bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar yang tetap.
Perubahan energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang diberikan sebagai
kalor. Energi yang diberikan sebagai kalor diubah menjadi kerja untuk
memberikan tekanan balik terhadap lingkungannya, sehingga du < dq. Pada
tekanan tetap, kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat
termodinamika yang lain dari sistem, yaitu entalpi H.
H=
U + PV ….. (1)
Seperti
halnya energi dalam, entalpi hanya bergantung pada sistem sekarang, sehingga
entalpi merupakan fungsi keadaan. Seperti halnya fungsi keadaan, perubahan
entalpi antara setiap pasangan keadaan awal dan keadaan akhir tidak bergantung
pada jalannya. (Attkins, 1994)
Pada
persamaan (1), karena padatan dan cairan mempunyai volume molar kecil, maka PV
menjadi sangat kecil. Nilai DH dan DU hamper sama
untuk reaksi yang tidak melibatkan gas. Jika reaksi melibatkan gas, maka
dianggap setiap gas bersifat gas sempurna. Dengan demikian entalpi setiap gas
adalah
H
= U +PV = U + nRT …..(2)
Bentuk
ini menunjukkan bahwa entalpi reaksi adalah
DH
= DU
+ DngRT…..(3)
dengan
Dng
adalah perubahan jumlah gas dalam reaksi. (Attkins, 1994)
Termodinamika
merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk
sistem. Jadi dapat mengukur (secara tak langsung) dengan cara mengukur kerja
atau kenaikan temperature, energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalordan
dikenal sebagai q, bergantung pada kondisinya perubahan energi dalam atau
perubahan entalpi. Perubahan entalpi standar DH0
yaitu perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam
keadaan standar. (Attkins, 1994)
Begitu
juga entalpi reaksi standar DH0 uap (kuantitas yang akan
sering digunakan) adalah perubahan entalpi ketika reaktan yang dalam keadaan
standar berubah menjadi produk dalam keadaan standar, seperti:
CH4(g)
+ 2O2(gas) ® CO2(gas) + 2H2O
(l) DH0
(298k) = -890 kjmol-1
Secara
umum, entalpi reaksi merujuk pada proses keseluruhan (reaktan tak bercampur) ®
(produk tak bercampur). Namun demikian, kecuali dalam hal reaksi pengionan
dalam larutan, perubahan entalpi yang menyertakan pencampuran dan bukan
pencampuran, besarnya tidak berarti jika dibandingkan dengan kontribusi dari
reaksinya sendiri. (Attkins, 1994)
2.
Hukum Termodinamika I
Hukum
termodinamika pertama (first law of thermodynamics), yang didasarkan pada hokum
kekekalan energi, menyatakan bahwa energi dapat diubah dari satu bentuk ke
bentuk lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
Semua
bentuk energi pada prinsipnya dapat diubah dari satu bentuk energi menjadi
bentuk energi lainnya. Kita merasa hangat ketika berdiri dibawah sinar matahari
karena energi radiasi diubah menjadi energi termal dalam kulit kita. Ketika
kita berolahraga, energi kimia yang tersimpan dalam tubuh digunakan untuk
menghasilkan energi kinetik. Walaupun energi dapat memiliki berbagai bentuk
yang berbeda yang dapat diubah. Ilmuwan telah menyimpulkan bahwa energi tidak
dapat dimusnahkan maupun diciptakan. Ketika satu bentuk energi hilang, bentuk energi
lain ( dengan besar yang sama) pasti akan terbentuk, dan sebaliknya. Asas ini
dirangkum dalam hukum kekekalan energi (law of conservation of energy) : nilai
total energi alam semesta diasumsikan konstan. (Chang, 2004)
3.
Entropi
Besaran
kuantitatif termodinamika yang berkaitan dengan
probabilitas disebut entropi dan berikut bertanda S. Semakin besar
entropi suatu sistem maka secara statistika, makin besar pula probabilitasnya.
Karena sistem mempunyai kecenderungan berubah spontan kearah probabilitas yang
lebih besar, maka mereka cenderung berubah secara spontan kearah entropi yang
besar. Jika perubahan entropi didefinisikan sebagai DS
= S(akhir) – S(awal), maka bila DS
positif (DS>0),
akan terjadi perubahan secara spontanitas. (Hardjono, 2001)
Entropi
suatu sistem tergantung pada sejumlah factor. Salah satu adalah keadaan fisika
sistem. Contoh, padatan mempunyai ketergantungan kecil dan entropinya lebih
rendah, keadaancair ketidakteraturan lebih besar, sedangkan gas mempunyai
ketidakteraturan paling besar.
Spadat
< Scair < Sgas
Entropi
sistem yang juga naik dengan kenaikan suhu. Bila senyawa dalam keadaan padat
pada suhu (-2730C). Inti semua atom terlokalisasi tepat pada
titik-titik kisinya, tidak ada gerakan molekul dan sistem dalam keadaan teratur
sempurna, entropi minimum. Jika suhu sistem dinaikkan sedikit, maka molekul
mulai bergerak namun masih disekitar kedudukan pada kisi, atom-atom sedikit
bergerak dari kedudukan aslinya, dan dikatakan sistem sedikit tidak teratur.
Entropi sistem naikbila suhu naik.(Handjono, 2001)
Hukum
kedua termodinamika berkaitan dengan spontanitas. Suatu pernyataan hukum kedua
termodinamika adalah bahwa setiap perubahan yang spontanitas selalu terjadi
kenaikan entropi. Dua faktor yang mengontrol kejadian yang spontanitas adalah
perubahan energi dan perubahan entropi. (Handjono, 2001)
4.
Energi Bebas Gibbs (DG0)
Untuk
mengatakan kesepontanan reaksi secara lebih langsung, dapat digunakan suatu
fungsi termodinamika yaitu energi bebas gibbs (G), atau lebih singkatnya energy
bebas (dari nama fisikawan Amerika Josiah Williard Gibss):
G
= H – TS
Suatu
kuantitas dalam persamaan tersebut dengan sistem, dan T adalah suhu sistem.
Dapat dilihat bahwa G mempunyai satuan energi ( baik H maupun TS adalah satuan energi).
Sama seperti H,S,G adalah fungsi keadaan. (Chang, 2004)
Perubahan
energi bebas (DG)
suatu sistem pada proses pada suhu tetap ialah:
DG0
= DH0
- TDS0
Dalam
konteks ini, energi bebas ialah energi yang tersedia untuk melakukkan kerja.
Jadi jika suatu reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna ( dengan
kata lain, jika DG negatif), kenyataan ini sendiri saja
sudah menjamin bahwa reaksinya spontan, dan tidak perlu mengkawatirkan bagian
lain dari semesta. ( Chang, 2004)
Syarat-syarat
untuk kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan tekanan tetap dari segi DG:
a. DG
< 0 reaksi spontan kearah depan
b. DG
> 0 Reaksi spontan, reaksi ini spontan pada arah yang berlawanan
c. DG
= 0 Sistem berada pada kesetimbangan. Tidak ada perubahan bersih (Chang, 2004).
5.
Spektronik 20
Alat
spektronik 20 adalah suatu alat yang mempunyai rentang panjang gelombang dari
340 nm sampai 600 nm. Alat ini hanya dapat mengukur absorbansi dengan sampel
larutan yang berwarna. Sehingga apabila didapatkan sampel yang tidak berwarna
maka sampel itu harus dikomplekkan, sehingga sampel itu dapat berwarna. Larutan
yang berwarna dalam tabung reaksi khusus dimasukkan ketempat cuplikan dan
absorbansi atau persentransmitansi dapat dibaca pada skala pembacaan.
Sistem
optik dari alat ini dapat dikembangkan sebagai berikut: sumber cahaya berupa
lampu fungsten akan memancarkan sinar polikromatik. Setelah melewati pengatur
panjang gelombang, hanya sinar yang monokromatik dilewatkan ke larutan dan
sinar yang melewati larutan dideteksi oleh foto detektor.
Pengoprasian
spektronik 20 :
1. Nyalakan
alat Spektronik 20 dengan On bila aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus
AC 200V, maka lampu indikator akan berwarna merah menandakan adanya arus yang
mengalir. Biarkan kurang lebih 15 menit untuk memanaskan alat.
2. Pilih
panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol pengatur
panjang gelombang.
3. Atur
meter ke pembacaan 0% T dengan memutar tombol pengaturnya
4. Masukkan
larutan blanko ( biasanya aquades, atau
larutan tertentu yang disesuaikan dengan larutan yang akan diuji ketempat
kuvet)
5. Atur
meter ke pembaca 100% T dengan memutar tombolnya
6. Ganti
larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansinya atau persen
transmisi yang ditunjukkan oleh jarum pada pembaca A/T atau langsung membaca
angka jika alat tidak berupa penunjuk seperti jarum.
7. Kalau
telah selesai padamkan alat dengan tombol On/Off
(http://robbanaryo.com/instrument-kimia/alat-spektronik-20/)
C. Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan
ini diantaranya pipet ukur 10 ml, thermostat, gelas bekr 50 ml, pengaduk kaca,
rak kuvet, kuvet, gelas bekr 00 ml, pipet ukur 1 ml, bola hisap, statif + klem,
hot plate, label, botol aquades, thermometer dan spektronik 20.
Gambar
spektronik 20
Bahan-bahan yang digunakan dalam
percobaan ini diantaranya adalah asam nitrat (HNO3), larutan KSCN,
larutan Fe(NO3)3, aquades dan aquades dingin.
D. Cara
Kerja
Langkah pertama adalah pembuatan larutan
blanko yaitu diambil 9 ml HNO3 2,0M dan 1 ml KSCN 0,002M, dimasukkan
dan diaduk ke dalam gelas beker, lalu dituangkan ke dalam kuvet yang akan
digunakan sebagai larutan blanko. Langkah kedua pembuatan larutan standar yaitu
diambil 9 ml larutan Fe(NO3)3 0,02M dan 1 ml larutan KSCn
0,002M, dimasukkan ke dalam gelas beker, lalu diaduk. Dimasukkan larutan yang
telah berampur ke dalam kuvet untuk dihitung absorbansinya dengan spektronik 20.
Langkah ketiga pembuatan larutan sampel
pada suhu ruang yaitu diambil 5 ml larutan Fe(NO3)3
0,002M, 2 ml KSCN 0,002M dan 3 ml H2O untuk larutan pertama, larutan
kedua 5 ml Fe(NO3)3 0,002M, 3 ml KSCN 0,002M dan 2 ml H2O,
larutan ketiga 5 ml Fe(NO3)3 0,002M dan 5 ml KSCN 0,002M.
Masing-masing larutan dimasukkan dan diaduk kedalam gelas beker yang kemudian
dimasukkan kedalam kuvet dan dihitung absorbansi masing-masing larutan. Ditentukan
konsentrasi FeSCN2+ dan konstanta kesetimbangan (K).
Langkah ke-empat pembuatan larutan
berdasarkan konversi suhu yaitu diambil 10 ml Fe(NO3)3
0,002M dan 10 ml KSCN 0,002M dimasukkan dan diaduk ke dalam gelas beker,
dilakukkan pengukuran suhu 100C, 200C, 300C,
400C, 500C dan 600C. Dilakukan penurunan suhu
dari larutan dalam gelas beker yang telah tercampur. Gelas beker terendam dalam
air es, diukur suhunya menjadi 100C, untuk suhu 200C, 300C,
400C, 500C dan 600C dipanaskan diatas hot
plate. Dari tiap suhu yang diperoleh, langsung dimasukkan ke dalam kuvet dan
dihitung absorbansnya. Sbelum memasukkan larutan dari tiap suhu, masukkan
terlebih dahulu larutan blanko setiap akan mengukur nilai absorbansi tiap suhu.
Ditentukan konsentrasi FeSCN2+ dan konstanta kesetimbangan dari
masing-masing suhu. Dihitung DG dari masing0maisng suhu. Dibuat grafik
hubungan T VS DG, ditentukan besarnya DS
dan DH
dari grafik.
E. Data
pengamatan
1.
Panjang gelombang (ʎ=450 nm)
2.
Absorbansi larutan blanko =0,00
3.
Absorbansi larutan standar = 0,370
4.
Larutan Sampel
No.
|
Volume
|
A
(Absorbansi)
|
[FeSCN2+]
Molar
|
K
(konstanta kesetimbangan)
|
||
Fe(NO3)3 0,002M
ml
|
KSCN
0,002M
ml
|
H2O
ml
|
||||
1
|
5
|
2
|
3
|
0,137
|
7,405.10-5
|
245,37
|
2
|
5
|
3
|
2
|
0,195
|
1,054.10-4
|
238,23
|
3
|
5
|
4
|
1
|
0,253
|
1,368.10-4
|
238,86
|
4
|
5
|
5
|
0
|
0,383
|
2,070.10-4
|
329,24
|
Krata-rata
= 262,92
5.
Konversi Suhu
No.
|
Suhu
|
A
(Absorbansi)
|
[FeSCN2+]
Molar
|
K
(konstanta kesetimbangan)
|
|
0C
|
K
|
||||
1
|
10
|
283
|
0,340
|
1,84.10-4
|
275,87
|
2
|
20
|
293
|
0,285
|
1,54.10-4
|
215,23
|
3
|
30
|
303
|
0,282
|
1,52.10-4
|
212,15
|
4
|
40
|
313
|
0,271
|
1,46.10-4
|
201,05
|
5
|
50
|
323
|
0,265
|
1,43.10-4
|
195,11
|
6
|
60
|
333
|
0,240
|
1,30.10-4
|
171,26
|
Krata-rata = 211,78
6.
Tabel
No
|
T (K)
|
DG
|
1
|
283
|
-13222,9
|
2
|
293
|
-13085,5
|
3
|
303
|
-13495,8
|
4
|
313
|
-13801,3
|
5
|
323
|
-14161,8
|
6
|
333
|
-14239,2
|
Grafik
hubungan T (temperature) VS DG
F. Pembahasan
Percobaan kali ini berjudul
termodinamika reaksi pembentukan ion kompleks FeSCN2+ dengan tujuan
untuk menentukan konstanta kesetimbangan DG, DH
dan DSrekasi
pembentukan ion kompleks.
Prinsip kerja yang dilakukan pada
percobaan ini, pertama dilakukan pembuatan larutan blanko, dengan sicampurkan
larutan HNO3 dan larutan KSCN yang dimasukkan ke dalam gelas beker
sambil diaduk, alasan pengadukan untuk lebih melarutkan kedua larutan tersebut
hingga homogen. Setelah itu dimaukkan kedalam ke dalam kuvet, kuvet adalah
sebagai tempat menaruh larutan sampel dan blanko ke dalam spektronik 20 atau
spektrofotometer. Larutan blankomerupakan larutan stabil, tujuan digunakan HNO3
adalah senyawa pengoksidasi yang baik dan agar Fe3+ tidak berubah
menjadi Fe2+.
Prinsip kerja yang selanjutnya yaitu
membuat larutan standar, dengan cara mencampurkan larutan Fe(NO3)3
0,02M dengan KSCN 0,002M yang menghasilkan larutan berwarna coklat the.
Perubahan warna ini terjadi karena pembentukan kompleks FeSCN2+.
Alat spektronik 20 merupakan alat yang hanya dapat mengukur absorbansi dengan
sampel berwarna. Sehingga apabila didapatkan sampel yang tidak berwarna maka
sampel itu harus dikomplekkan, sehingga sampel itu berwarna. Sebelum larutan
standar dimasukkan, larutan (stabil) blanko dimasukkan terlebih dahulu
bertujuan sebagai pembanding. Tujuanpengukuran absorbansi larutan blanko
terlebih dahulu karena untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat bukan analat.
Biasanya absorbansi blanko dibuat nol.
Setelah pembuat larutan standar,kemudian
pembuatan larutan sampel dengan variasi volume. Dicampurkan 5 ml Fe(NO3)3
0,002M dan KSCN 0,002M dengan variasi volume diantaranya 2ml, 3ml, 4ml dan 5
ml, kemudian ditambah H2O dengan variasi volume juga diantaranya
3ml, 2ml, 1ml, 0ml. Semua hasil percampuran ini akan menghasilkan warna coklat
bening/ coklat teh. Selanjutnya masing-masing larutan dihitung absorbansinya
dalam spektronik 20 yang sebelumnya telah dilarutkan terlebih dahulu ke dalam
gelas beker sebelum dimasukkan kedalam kuvet. Larutan dimasukkan kedalam kuvet
sampai batas putih, sehingga nanti dalam spektronik 20 dapat terbaca dengan
sinar tampak yang dialirkan pada spektronik 20.
Setiap penggantian pengukuran sampel
pada spektronik 20 dimasukkan dulu larutan blanko bertujuan untuk menstabilkan.
Diperoleh absorbansi dari larutan sampel sebagai berikut:
a.
Larutan sampel I : 0,137
b.
Larutan sampel II : 0,195
c.
Larutan sampel III : 0,253
d.
Larutan sampel IV : 0,383
Dari
hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin pekat absorbansi semakin
tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi maka jumlah partikel zat
terlarut meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi sehingga berkas
sinar yang diserab akan semakin tinggi (absorbansi tinggi) dan sinar yang
diteruskan akan semakin rendah (transmitan rendah).
Prinsip
kerja selanjutnya yaitu berdasarkan konversi suhu dengan dilarutkan 10ml Fe(NO3)3
0,002M dan 10 ml KSCN 0,002M. Dari tahap sebelumnya larutan divariasikan
volumenya, sekarang larutan divariasikan suhunya. Penvariasian suhu ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar keakuratan alat dalam meneliti dan
mengetahui nilai absorbansi pada suhu 100C, 200C, 300C,
400C, 500C dan 600C. Dilakukan pengukuran
nilai absorbansi dari suhu yang paling rendah, yaitu 100C dengan
direndamkan gelas beker berisi larutan Fe(NO3)3 dan KSCN
ke dalam air dingin. Alasandari suhu yang paling rendah karena untuk kenaikan
suhu 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C
menjadi mudah. Pada saat suhu tepat 100C, larutan cepat dimasukan
kedalam kuvet untuk mendapatkan nilai absorbansinya yang sebelumnya telah
didahului dengan dimasukan larutan blanko, begitu seterusnya untuk suhu 200C,
300C, 400C, 500C dan 600C. Jangan
lupa luar kuvet harus dibersihkan sebelum dimasukan kedalam spektronik 10 untuk
tidak mengganggu mendapatkan nilai absorbansi yang teliti. Pada suhu 200C,
300C, 400C, 500C dan 600C dilakukan
pemanasan dengan hot plate. Diperoleh nilai absorbansinya dengan variasi suhu
sebagai berikut:
a. Suhu
100C : 0,340
b. Suhu
200C : 0,285
c. Suhu
300C : 0,282
d. Suhu
400C : 0,271
e. Suhu
500C : 0,265
f. Suhu
600C : 0,240
Dari data diperoleh
semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai absorbansinya. Hal ini
dikarenakan ketidakteraturan suatu sistem meningkat, semakin tidak teratur
nilai absorbansinya juga semakin menurun. Adapun reaksi pembentukan komplek
yaitu :
Fe3+(aq) +
SCN- (aq) ⇌
FeSCN2+(aq)
reaksi kompleks ini
terdiri dari ion Fe3+ sebagai ion pusat dan ion SCN-
sebagai ligan. Kemudian adapun rumus dari energy bebas Gibbs yaitu:
DG= -RT ln K
Jika DG
(negatif) dan K (positif) produk yang dihasilkan lebih besar sehingga
keseimbangan bergeser dari produk ® reaktan.
Sedangkan bila DG (positif) dan K (negatif) reaktan yang
dihasilkan lebih besar sehingga keseimbangan dari reaktan ®
produk. Adapun hasil dari data DG dengan ln K yaitu:
a. Suhu
100C ® DG : -13222,9 J/mol ; ln K = 5,620
b. Suhu
200C ® DG : -13085,5 J/mol ; ln K = 5,372
c. Suhu
300C ® DG : -13495,8 J/mol ; ln K = 5,357
d. Suhu
400C ® DG : -13801,3 J/mol ; ln K = 5,304
e. Suhu
500C ® DG : -14161,8 J/mol ; ln K = 5,274
f. Suhu
600C ® DG : -14239,2 J/mol ; ln K = 5,143
Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa produkyang dihasilkan lebih banyak sehingga keseimbangan
bergeser dari produk ® reaktan.
Setelah itu dibuat
grafik hubungan antara T VS DG, diperoleh
grafik sebagai berikut :
Dari grafik diatas
diperoleh persamaan : y = -24,61x – 6085, sehingga DH
= -6085 J/mol dan DS = -24,61 J/K mol. Karena DG
negatif, DH
negatif dan DS
negatif maka terjadi reaksi spontan pada suhu rendah sedangkan pada suhu tinggi
reaksi spontan terjadi pada arah berlawan.
G. Kesimpulan
Percobaan kali ini dapat disimpulkan :
konstanta dari pembuatan sampel Krata-rata = 262,92. Sedangkan
konstanta dari konversi suhu Krata-rata = 211,78. Kemudian nilai
dari DG
yaitu
a. Suhu
100C ® DG : -13222,9 J/mol
b. Suhu
200C ®
DG : -13085,5 J/mol
c. Suhu
300C ®
DG : -13495,8 J/mol
d. Suhu
400C ®
DG : -13801,3 J/mol
e. Suhu
500C ®
DG : -14161,8 J/mol
f. Suhu
600C ®
DG : -14239,2 J/mol
DGrata-rata(a-f) = -13667,8
J/mol
Sehingga produk yang dihasilkan lebih
banyak dari pada reaktan, karena K (konstanta) bernilai positif dan DG
negatif. Dari grafik hubungan T VS DG diperoleh DH
= -6085 J/mol dan DS = -24,61 J/K mol. Sehingga dari DG
negatif, DH
negatif dan DS
negatif maka reaksi spontan pada suhu rendah, sedangkan suhu tinggi reaksi
spontan terjadi pada arah berlawanan.
H. Daftar
Pustaka
Attkins, P. W. 1990. Kimia Fisika Edisi
keempat. Jakarta : Erlangga
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid
2. Jakarta : Erlangga
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Kimia
Dasar. Yogyakarta : UGM Press
diakses tanggal 14 Desember 2012
Yogyakarta,
20 Desember 2012
Asisten Praktikan
Damar Anita
Sari
I. Lampiran
No comments:
Post a Comment