FREE Download and Play MUSIC

Gfriend-Time for the moon night
Gfriend-Rough (fast. ver)
Gfriend-Sunrise

Monday, February 18, 2019

Laporan Praktikum Kimia Fisika I


LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I
TERMODINAMIKA REAKSI PEMBENTUKAN ION KOMPLEKS FeSCN2+

A.    Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta kesetimbangan DG0, DH0 dan DS0 reaksi pembentukan ion kompleks.
B.     Dasar Teori
1.      Entalpi
Jika sebuah system bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar yang tetap. Perubahan energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang diberikan sebagai kalor. Energi yang diberikan sebagai kalor diubah menjadi kerja untuk memberikan tekanan balik terhadap lingkungannya, sehingga du < dq. Pada tekanan tetap, kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat termodinamika yang lain dari sistem, yaitu entalpi H.

H= U + PV ….. (1)

Seperti halnya energi dalam, entalpi hanya bergantung pada sistem sekarang, sehingga entalpi merupakan fungsi keadaan. Seperti halnya fungsi keadaan, perubahan entalpi antara setiap pasangan keadaan awal dan keadaan akhir tidak bergantung pada jalannya. (Attkins, 1994)
Pada persamaan (1), karena padatan dan cairan mempunyai volume molar kecil, maka PV menjadi sangat kecil. Nilai DH dan DU hamper sama untuk reaksi yang tidak melibatkan gas. Jika reaksi melibatkan gas, maka dianggap setiap gas bersifat gas sempurna. Dengan demikian entalpi setiap gas adalah

H = U +PV = U + nRT …..(2)

Bentuk ini menunjukkan bahwa entalpi reaksi adalah

DH = DU + DngRT…..(3)

dengan Dng adalah perubahan jumlah gas dalam reaksi. (Attkins, 1994)
Termodinamika merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi dapat mengukur (secara tak langsung) dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperature, energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalordan dikenal sebagai q, bergantung pada kondisinya perubahan energi dalam atau perubahan entalpi. Perubahan entalpi standar DH0 yaitu perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam keadaan standar. (Attkins, 1994)
Begitu juga entalpi reaksi standar DH0 uap (kuantitas yang akan sering digunakan) adalah perubahan entalpi ketika reaktan yang dalam keadaan standar berubah menjadi produk dalam keadaan standar, seperti:

CH4(g) + 2O2(gas) ® CO2(gas) + 2H2O (l)  DH0 (298k) = -890 kjmol-1

Secara umum, entalpi reaksi merujuk pada proses keseluruhan (reaktan tak bercampur) ® (produk tak bercampur). Namun demikian, kecuali dalam hal reaksi pengionan dalam larutan, perubahan entalpi yang menyertakan pencampuran dan bukan pencampuran, besarnya tidak berarti jika dibandingkan dengan kontribusi dari reaksinya sendiri. (Attkins, 1994)

2.      Hukum Termodinamika I
Hukum termodinamika pertama (first law of thermodynamics), yang didasarkan pada hokum kekekalan energi, menyatakan bahwa energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
Semua bentuk energi pada prinsipnya dapat diubah dari satu bentuk energi menjadi bentuk energi lainnya. Kita merasa hangat ketika berdiri dibawah sinar matahari karena energi radiasi diubah menjadi energi termal dalam kulit kita. Ketika kita berolahraga, energi kimia yang tersimpan dalam tubuh digunakan untuk menghasilkan energi kinetik. Walaupun energi dapat memiliki berbagai bentuk yang berbeda yang dapat diubah. Ilmuwan telah menyimpulkan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan maupun diciptakan. Ketika satu bentuk energi hilang, bentuk energi lain ( dengan besar yang sama) pasti akan terbentuk, dan sebaliknya. Asas ini dirangkum dalam hukum kekekalan energi (law of conservation of energy) : nilai total energi alam semesta diasumsikan konstan. (Chang, 2004)
    
3.      Entropi
Besaran kuantitatif termodinamika yang berkaitan dengan  probabilitas disebut entropi dan berikut bertanda S. Semakin besar entropi suatu sistem maka secara statistika, makin besar pula probabilitasnya. Karena sistem mempunyai kecenderungan berubah spontan kearah probabilitas yang lebih besar, maka mereka cenderung berubah secara spontan kearah entropi yang besar. Jika perubahan entropi didefinisikan sebagai DS = S(akhir) – S(awal), maka bila DS positif (DS>0), akan terjadi perubahan secara spontanitas. (Hardjono, 2001)
Entropi suatu sistem tergantung pada sejumlah factor. Salah satu adalah keadaan fisika sistem. Contoh, padatan mempunyai ketergantungan kecil dan entropinya lebih rendah, keadaancair ketidakteraturan lebih besar, sedangkan gas mempunyai ketidakteraturan paling besar.

Spadat < Scair < Sgas

Entropi sistem yang juga naik dengan kenaikan suhu. Bila senyawa dalam keadaan padat pada suhu (-2730C). Inti semua atom terlokalisasi tepat pada titik-titik kisinya, tidak ada gerakan molekul dan sistem dalam keadaan teratur sempurna, entropi minimum. Jika suhu sistem dinaikkan sedikit, maka molekul mulai bergerak namun masih disekitar kedudukan pada kisi, atom-atom sedikit bergerak dari kedudukan aslinya, dan dikatakan sistem sedikit tidak teratur. Entropi sistem naikbila suhu naik.(Handjono, 2001)
Hukum kedua termodinamika berkaitan dengan spontanitas. Suatu pernyataan hukum kedua termodinamika adalah bahwa setiap perubahan yang spontanitas selalu terjadi kenaikan entropi. Dua faktor yang mengontrol kejadian yang spontanitas adalah perubahan energi dan perubahan entropi. (Handjono, 2001)
4.      Energi Bebas Gibbs (DG0)
Untuk mengatakan kesepontanan reaksi secara lebih langsung, dapat digunakan suatu fungsi termodinamika yaitu energi bebas gibbs (G), atau lebih singkatnya energy bebas (dari nama fisikawan Amerika Josiah Williard Gibss):

G = H – TS

Suatu kuantitas dalam persamaan tersebut dengan sistem, dan T adalah suhu sistem. Dapat dilihat bahwa G mempunyai satuan energi ( baik H maupun TS adalah satuan energi). Sama seperti H,S,G adalah fungsi keadaan. (Chang, 2004)
Perubahan energi bebas (DG) suatu sistem pada proses pada suhu tetap ialah:

DG0 = DH0 - TDS0

Dalam konteks ini, energi bebas ialah energi yang tersedia untuk melakukkan kerja. Jadi jika suatu reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna ( dengan kata lain, jika DG negatif), kenyataan ini sendiri saja sudah menjamin bahwa reaksinya spontan, dan tidak perlu mengkawatirkan bagian lain dari semesta. ( Chang, 2004)
Syarat-syarat untuk kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan tekanan tetap dari segi DG:
a.       DG < 0 reaksi spontan kearah depan
b.      DG > 0 Reaksi spontan, reaksi ini spontan pada arah yang berlawanan
c.       DG = 0 Sistem berada pada kesetimbangan. Tidak ada perubahan bersih (Chang, 2004).
5.      Spektronik 20
Alat spektronik 20 adalah suatu alat yang mempunyai rentang panjang gelombang dari 340 nm sampai 600 nm. Alat ini hanya dapat mengukur absorbansi dengan sampel larutan yang berwarna. Sehingga apabila didapatkan sampel yang tidak berwarna maka sampel itu harus dikomplekkan, sehingga sampel itu dapat berwarna. Larutan yang berwarna dalam tabung reaksi khusus dimasukkan ketempat cuplikan dan absorbansi atau persentransmitansi dapat dibaca pada skala pembacaan.
Sistem optik dari alat ini dapat dikembangkan sebagai berikut: sumber cahaya berupa lampu fungsten akan memancarkan sinar polikromatik. Setelah melewati pengatur panjang gelombang, hanya sinar yang monokromatik dilewatkan ke larutan dan sinar yang melewati larutan dideteksi oleh foto detektor.
Pengoprasian spektronik 20 :
1.      Nyalakan alat Spektronik 20 dengan On bila aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 200V, maka lampu indikator akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang lebih 15 menit untuk memanaskan alat.
2.      Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol pengatur panjang gelombang.
3.      Atur meter ke pembacaan 0% T dengan memutar tombol pengaturnya
4.      Masukkan larutan blanko (  biasanya aquades, atau larutan tertentu yang disesuaikan dengan larutan yang akan diuji ketempat kuvet)
5.      Atur meter ke pembaca 100% T dengan memutar tombolnya
6.      Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansinya atau persen transmisi yang ditunjukkan oleh jarum pada pembaca A/T atau langsung membaca angka jika alat tidak berupa penunjuk seperti jarum.
7.      Kalau telah selesai padamkan alat dengan tombol On/Off
(http://robbanaryo.com/instrument-kimia/alat-spektronik-20/)

C.     Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya pipet ukur 10 ml, thermostat, gelas bekr 50 ml, pengaduk kaca, rak kuvet, kuvet, gelas bekr 00 ml, pipet ukur 1 ml, bola hisap, statif + klem, hot plate, label, botol aquades, thermometer dan spektronik 20.


 Gambar spektronik 20
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya adalah asam nitrat (HNO3), larutan KSCN, larutan Fe(NO3)3, aquades dan aquades dingin.
D.    Cara Kerja
Langkah pertama adalah pembuatan larutan blanko yaitu diambil 9 ml HNO3 2,0M dan 1 ml KSCN 0,002M, dimasukkan dan diaduk ke dalam gelas beker, lalu dituangkan ke dalam kuvet yang akan digunakan sebagai larutan blanko. Langkah kedua pembuatan larutan standar yaitu diambil 9 ml larutan Fe(NO3)3 0,02M dan 1 ml larutan KSCn 0,002M, dimasukkan ke dalam gelas beker, lalu diaduk. Dimasukkan larutan yang telah berampur ke dalam kuvet untuk dihitung absorbansinya dengan spektronik 20.
Langkah ketiga pembuatan larutan sampel pada suhu ruang yaitu diambil 5 ml larutan Fe(NO3)3 0,002M, 2 ml KSCN 0,002M dan 3 ml H2O untuk larutan pertama, larutan kedua 5 ml Fe(NO3)3 0,002M, 3 ml KSCN 0,002M dan 2 ml H2O, larutan ketiga 5 ml Fe(NO3)3 0,002M dan 5 ml KSCN 0,002M. Masing-masing larutan dimasukkan dan diaduk kedalam gelas beker yang kemudian dimasukkan kedalam kuvet dan dihitung absorbansi masing-masing larutan. Ditentukan konsentrasi FeSCN2+ dan konstanta kesetimbangan (K).
Langkah ke-empat pembuatan larutan berdasarkan konversi suhu yaitu diambil 10 ml Fe(NO3)3 0,002M dan 10 ml KSCN 0,002M dimasukkan dan diaduk ke dalam gelas beker, dilakukkan pengukuran suhu 100C, 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C. Dilakukan penurunan suhu dari larutan dalam gelas beker yang telah tercampur. Gelas beker terendam dalam air es, diukur suhunya menjadi 100C, untuk suhu 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C dipanaskan diatas hot plate. Dari tiap suhu yang diperoleh, langsung dimasukkan ke dalam kuvet dan dihitung absorbansnya. Sbelum memasukkan larutan dari tiap suhu, masukkan terlebih dahulu larutan blanko setiap akan mengukur nilai absorbansi tiap suhu. Ditentukan konsentrasi FeSCN2+ dan konstanta kesetimbangan dari masing-masing suhu. Dihitung DG dari masing0maisng suhu. Dibuat grafik hubungan T VS DG, ditentukan besarnya DS dan DH dari grafik.

E.     Data pengamatan
1.      Panjang gelombang (ʎ=450 nm)
2.      Absorbansi larutan blanko =0,00
3.      Absorbansi larutan standar = 0,370
4.      Larutan Sampel
No.
Volume
A
(Absorbansi)
[FeSCN2+]
Molar
K
(konstanta kesetimbangan)
Fe(NO3)3 0,002M
ml
KSCN 0,002M
ml
H2O
ml
1
5
2
3
0,137
7,405.10-5
245,37
2
5
3
2
0,195
1,054.10-4
238,23
3
5
4
1
0,253
1,368.10-4
238,86
4
5
5
0
0,383
2,070.10-4
329,24
Krata-rata = 262,92
5.      Konversi Suhu
No.
Suhu
A
(Absorbansi)
[FeSCN2+]
Molar
K
(konstanta kesetimbangan)
0C
K
1
10
283
0,340
1,84.10-4
275,87
2
20
293
0,285
1,54.10-4
215,23
3
30
303
0,282
1,52.10-4
212,15
4
40
313
0,271
1,46.10-4
201,05
5
50
323
0,265
1,43.10-4
195,11
6
60
333
0,240
1,30.10-4
171,26
      Krata-rata = 211,78
6.      Tabel
No
T (K)
DG
1
283
-13222,9
2
293
-13085,5
3
303
-13495,8
4
313
-13801,3
5
323
-14161,8
6
333
-14239,2

Grafik hubungan T (temperature) VS DG

F.      Pembahasan
Percobaan kali ini berjudul termodinamika reaksi pembentukan ion kompleks FeSCN2+ dengan tujuan untuk menentukan konstanta kesetimbangan DG, DH dan DSrekasi pembentukan ion kompleks.
Prinsip kerja yang dilakukan pada percobaan ini, pertama dilakukan pembuatan larutan blanko, dengan sicampurkan larutan HNO3 dan larutan KSCN yang dimasukkan ke dalam gelas beker sambil diaduk, alasan pengadukan untuk lebih melarutkan kedua larutan tersebut hingga homogen. Setelah itu dimaukkan kedalam ke dalam kuvet, kuvet adalah sebagai tempat menaruh larutan sampel dan blanko ke dalam spektronik 20 atau spektrofotometer. Larutan blankomerupakan larutan stabil, tujuan digunakan HNO3 adalah senyawa pengoksidasi yang baik dan agar Fe3+ tidak berubah menjadi Fe2+.
Prinsip kerja yang selanjutnya yaitu membuat larutan standar, dengan cara mencampurkan larutan Fe(NO3)3 0,02M dengan KSCN 0,002M yang menghasilkan larutan berwarna coklat the. Perubahan warna ini terjadi karena pembentukan kompleks FeSCN2+. Alat spektronik 20 merupakan alat yang hanya dapat mengukur absorbansi dengan sampel berwarna. Sehingga apabila didapatkan sampel yang tidak berwarna maka sampel itu harus dikomplekkan, sehingga sampel itu berwarna. Sebelum larutan standar dimasukkan, larutan (stabil) blanko dimasukkan terlebih dahulu bertujuan sebagai pembanding. Tujuanpengukuran absorbansi larutan blanko terlebih dahulu karena untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat bukan analat. Biasanya absorbansi blanko dibuat nol.
Setelah pembuat larutan standar,kemudian pembuatan larutan sampel dengan variasi volume. Dicampurkan 5 ml Fe(NO3)3 0,002M dan KSCN 0,002M dengan variasi volume diantaranya 2ml, 3ml, 4ml dan 5 ml, kemudian ditambah H2O dengan variasi volume juga diantaranya 3ml, 2ml, 1ml, 0ml. Semua hasil percampuran ini akan menghasilkan warna coklat bening/ coklat teh. Selanjutnya masing-masing larutan dihitung absorbansinya dalam spektronik 20 yang sebelumnya telah dilarutkan terlebih dahulu ke dalam gelas beker sebelum dimasukkan kedalam kuvet. Larutan dimasukkan kedalam kuvet sampai batas putih, sehingga nanti dalam spektronik 20 dapat terbaca dengan sinar tampak yang dialirkan pada spektronik 20.
Setiap penggantian pengukuran sampel pada spektronik 20 dimasukkan dulu larutan blanko bertujuan untuk menstabilkan. Diperoleh absorbansi dari larutan sampel sebagai berikut:
a.       Larutan sampel I         : 0,137
b.      Larutan sampel II        : 0,195
c.       Larutan sampel III      : 0,253
d.      Larutan sampel IV      : 0,383
Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin pekat absorbansi semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi maka jumlah partikel zat terlarut meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi sehingga berkas sinar yang diserab akan semakin tinggi (absorbansi tinggi) dan sinar yang diteruskan akan semakin rendah (transmitan rendah).
Prinsip kerja selanjutnya yaitu berdasarkan konversi suhu dengan dilarutkan 10ml Fe(NO3)3 0,002M dan 10 ml KSCN 0,002M. Dari tahap sebelumnya larutan divariasikan volumenya, sekarang larutan divariasikan suhunya. Penvariasian suhu ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar keakuratan alat dalam meneliti dan mengetahui nilai absorbansi pada suhu 100C, 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C. Dilakukan pengukuran nilai absorbansi dari suhu yang paling rendah, yaitu 100C dengan direndamkan gelas beker berisi larutan Fe(NO3)3 dan KSCN ke dalam air dingin. Alasandari suhu yang paling rendah karena untuk kenaikan suhu 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C menjadi mudah. Pada saat suhu tepat 100C, larutan cepat dimasukan kedalam kuvet untuk mendapatkan nilai absorbansinya yang sebelumnya telah didahului dengan dimasukan larutan blanko, begitu seterusnya untuk suhu 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C. Jangan lupa luar kuvet harus dibersihkan sebelum dimasukan kedalam spektronik 10 untuk tidak mengganggu mendapatkan nilai absorbansi yang teliti. Pada suhu 200C, 300C, 400C, 500C dan 600C dilakukan pemanasan dengan hot plate. Diperoleh nilai absorbansinya dengan variasi suhu sebagai berikut:
a.       Suhu 100C       : 0,340
b.      Suhu 200C       : 0,285
c.       Suhu 300C       : 0,282
d.      Suhu 400C       : 0,271
e.       Suhu 500C       : 0,265
f.       Suhu 600C       : 0,240
Dari data diperoleh semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai absorbansinya. Hal ini dikarenakan ketidakteraturan suatu sistem meningkat, semakin tidak teratur nilai absorbansinya juga semakin menurun. Adapun reaksi pembentukan komplek yaitu :
Fe3+(aq) + SCN- (aq) FeSCN2+(aq)
reaksi kompleks ini terdiri dari ion Fe3+ sebagai ion pusat dan ion SCN- sebagai ligan. Kemudian adapun rumus dari energy bebas Gibbs yaitu:
 DG= -RT ln K
Jika DG (negatif) dan K (positif) produk yang dihasilkan lebih besar sehingga keseimbangan bergeser dari produk ® reaktan. Sedangkan bila DG (positif) dan K (negatif) reaktan yang dihasilkan lebih besar sehingga keseimbangan dari reaktan ® produk. Adapun hasil dari data DG dengan ln K yaitu:
a.       Suhu 100C ® DG       : -13222,9 J/mol          ; ln K = 5,620
b.      Suhu 200C ® DG       : -13085,5 J/mol          ; ln K = 5,372
c.       Suhu 300C ® DG       : -13495,8 J/mol          ; ln K = 5,357
d.      Suhu 400C ® DG       : -13801,3 J/mol          ; ln K = 5,304
e.       Suhu 500C ® DG       : -14161,8 J/mol          ; ln K = 5,274
f.       Suhu 600C ® DG       : -14239,2 J/mol          ; ln K = 5,143
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa produkyang dihasilkan lebih banyak sehingga keseimbangan bergeser dari produk ® reaktan.
Setelah itu dibuat grafik hubungan antara T VS DG, diperoleh grafik sebagai berikut :

Dari grafik diatas diperoleh persamaan : y = -24,61x – 6085, sehingga DH = -6085 J/mol dan DS = -24,61 J/K mol. Karena DG negatif, DH negatif dan DS negatif maka terjadi reaksi spontan pada suhu rendah sedangkan pada suhu tinggi reaksi spontan terjadi pada arah berlawan.
G.    Kesimpulan 
Percobaan kali ini dapat disimpulkan : konstanta dari pembuatan sampel Krata-rata = 262,92. Sedangkan konstanta dari konversi suhu Krata-rata = 211,78. Kemudian nilai dari DG yaitu
a.       Suhu 100C ® DG : -13222,9 J/mol         
b.      Suhu 200C ® DG  : -13085,5 J/mol         
c.       Suhu 300C ® DG  : -13495,8 J/mol         
d.      Suhu 400C ® DG  : -13801,3 J/mol         
e.       Suhu 500C ® DG  : -14161,8 J/mol         
f.       Suhu 600C ® DG  : -14239,2 J/mol         
DGrata-rata(a-f) = -13667,8 J/mol

Sehingga produk yang dihasilkan lebih banyak dari pada reaktan, karena K (konstanta) bernilai positif dan DG negatif. Dari grafik hubungan T VS DG diperoleh DH = -6085 J/mol dan DS = -24,61 J/K mol. Sehingga dari DG negatif, DH negatif dan DS negatif maka reaksi spontan pada suhu rendah, sedangkan suhu tinggi reaksi spontan terjadi pada arah berlawanan.
H.    Daftar Pustaka
Attkins, P. W. 1990. Kimia Fisika Edisi keempat. Jakarta : Erlangga
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM Press
diakses tanggal 14 Desember 2012

                                                                                          Yogyakarta, 20 Desember 2012
Asisten                                                                                          Praktikan
Damar                                                                                           Anita Sari

I.       Lampiran






No comments:

Post a Comment