Maka taubat sudah disinggung dimuka, ialah menyesali diri dan menarik diri dari perbuatan tercela menuju perbuatan terpuji. Taubat ialah menyesal dan kembali ke jalan yang baik. Taubat ialah menjauhi segala perbuatan nafsu syahwat dan berusaha mengekang tentara nafsu agar tidak terus-menerus menguasai hatinya, kemudian berjanji dalam hati sepenuhnya tidak mengulang lagi.
Apakah maksud taubat hanya berkisar menjauhi dan mengekang nafsu agar tidak berbuat maksiat?
Yang dinamakan taubat tidak sesempit hanya menjauhi nafsu saja, melainkan ada beberapa pintu dan jalur taubat yang wajib dilakukan oleh hamba-hamba keturunan Adam as. Dan kadang kala pintu-pintu taubat ini lebih sulit dibandingkan pintu taubat yang berhubungan dengan nafsu dan hal perihwalannya. Misal orang kafir, ia harus bertaubat atas kekafrannya, mengubah kekafiran tersebut ke jalan yang lebih hak dan menyelamatkan dunia dan akhirat. Ia harus belajar bagaimana meninggalkan dunia kekafirannya dan mulai merintis jalan yang islami cara dan syarat-syarat tertentu. Perubahan seperti ini lebih sulit daripada hanya meninggalkan nafsu yang bisa ditempuh sedikit demi sedikit, karena perubahan ini menyangkut beberapa aspek yang sangat kompleks. Umar bin Khathab misalnya, ia sudah lama mendengar islam tapi masuk agama islam melalui beberapa proses dan pengalaman yang pelik dan lama, yang akhirnya hati jinak ketika mendengar adiknya membaca Al Qur'an.
Orang yang bodoh sudah barang tentu tidak mengerti apa-apa. Misal orang yang beragama islam hanya mengikuti kedua orang tuanya, lingkungan atau teman sendiri yang hidup sejak kecil. Sejak kecil ia memeluk islam hanya bertepatan saja, bertepatan orang tuanya islam atau bertepatan ia hidup di mayoritas lingkungan islam. Sehingga ia tidak memperdulikan apa hakekat islam, ia lengah tidak mempelajari batas-batas hukum Allah, larangan-Nya, kewajiban yang dilakukan, ilmu-ilmu fiqih ataupun tauhid. Katakanlah bahwa ia hanya islam KTP. Maka orang seperti ini harus bertaubat atas kelalaianya itu dengan jalan memahami hakekat islam. Jenis-jenis orang seperti ini nyatanya banyak sekali dikalangan islam, maka merekapun harus kembali menguak tentang islam agar mengerti dan memahami seluk beluknya. Arti 'Kembali' disini juga seidentik dengan arti taubat yang dijelaskan di muka.
Jika maksud taubat demikian adanya maka hukum taubat adalah fardlu Ain bagi tiap-tiap muslim. Tidak ada umat islam yang tidak memerlukan taubat, dalam keadaan apapun atau derajat setinggi langitpun, mereka tetap memerlukan taubat sebagai jalan pertama membuka pintu-pintu kebaikan, sebagaimana perlunya Nabi Adam as, bertaubat ketika melakukan kesalahan dalam surga.
Setiap kekurangan pasti mempunyai sebab, sebab apa ia bodoh, sebab apa ia maksiat, sebab apa ia mencuri atau sebab apa ia tidak ingat kepada Allah. Dinamakan taubat bilamana ia melakukan kebalikan daripada sebab itu. Misal ia melakukan maksiat sebabnya tidak mampu menundukkan godaan nafsu dan bisikan, kemmudian ia melakukan kebalikan dari sebab itu, yakni belajar mengalahkan bisikan kemaksiatan, maka inilah yang namanya taubat dan hakekatnya.
Dengan demikian ada besarnya bahwa pintu taubat yang seperti ini kadang kala lebih sulit dibandingkan dengan taubat setelah melakukan pembunuhan. Karena taubat tersebut diwajibkan pada setiap keadaan dan waktu.
Wajib taubat dalam segala keadaan.
Kesempurnaan taubat ialah menempuh jalan dan kembali ke masa lalu setelah menginsafi segala dosa-dosanya. Dan kesempurnaan ini tidak akan terjadi bila setiap waktu dan keadaan tidak melantunkan taubat, artinya ia taubat tidak hanya setelah melakukan dosa saja. Rasulullah sendiri yang dimuliyakan Allah, Utusan Allah SWT dan yang paling tinggi di antara para Nabi, mohon ampun kepada Allah sehari semalam sebanyak 70 kali, dalam hadits lain ada yang menerangkan 100 kali. Sabdanya :
"Demi Allah sesungguhnya saya memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya tiap harinya sebanyak lebih dari 70 kali" (Hadits Shaheh)
Hadits yang lain :
"Hai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, karena dalam tiap harinya aku bertaubat kepadaNya sebanyak 100 kali"
Padahal dia Nabi dan Rasul yang sudah dijamin dan dimuliakan Allah,untuk itulah Allah lebih memuliakan yang dijelaskan dalam firmanNya :
"Supaya Allah mengampuni kesalahanmu yang telah lalu dan kesalahan yang akan datang". (S. Al Fath : 2)
Sekarang bagaimana keadaan orang lain ! Haruskah setiap waktu dan keadaan melakukan taubat !
Ketahuilah bahwa hati laksana cermin. cermin yang bersih nampak terang dan mengkilap, padahal acap kali nafsu syahwat bangkit dari pikiran niscaya nafsu itu mempengaruhi kilaunnya hati dan reduplah cahaya cermin. Laksana hembusan nafas yang diarahkan ke dataran cermin, lama kelamaan cermin itu kental dan tidak bercahaya, karena nafas itu menimbulkan uap. Uap laksana nafsu yang menimbulkan karat dalam hati dan lama kelamaan tidak bercahaya. Bila keadaan ini tidak dihapus sedikit demi sedikit lambat launnya semakin mengeras dan sulit diangkat, maka hapuslah kegelapan ini dengan cahaya ke ta'atan kepada Illahi Rabbi, kembali ke masa lalu dengan menjatuhkan taubat sebagai bukti penyesalannya.
Langkah yang terbaik sebagaimana disabdakan Rasulullah :
"Ikuti tiap melakukan kejahatan dengan perilaku kebajikan, maka sudah menghapuskannya". (HR. At Tirmidzi).
Merupakan usaha yang panjang yang tidak usah menunggu dosa-dosa besar saja. Setiap kali ada kejelekan diikuti dengan kebajikan, setiap kali bernafas dicermin yang menimbulkan uap, dihapusnya dengan tangan niscaya kaca itu kembali bening. Dan adanya taubat tidak jauh dengan adanya cermin dan uap nafas yang menempel di cermin. Merupakan syarat bagi orang yang menghendaki 'Insanul Kamil' atau manusia ke arah kesempurnaan. Tidak akan memperoleh keutamaan dalam kesempurnaan bila hatinya rela mempunyai kekurangan. Untuk menghapus kekurangan itu selayaknya memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan yang utama, yakni mengenai taubat dalam setiap keadaan. Dikatakan sempurna bila tubuh ini lengkap punya daun telinga, telapak tangan, kaki, mata dan lain sebagainya. Orang tanpa mata atau tanpa daun telinga tidak menyebabkan ia mati, tapi dalam fisiknya belum dikatakan sempurna sebab ada cacat didalamnya. Bila ia rela dengan cacat itu sudah barang tentu tidak mempunyai kesempurnaan.
Maksudnya bahwa taubat dengan tujuan ke arah kesempurnaan, atau mencapai keadaan yang lebih utama hukumnya tidak wajib. Sebagaimana tidak wajibnya orang mengganti mata atau orang menambahi daun telinga yang hilang. Karena memperoleh kesempurnaan tidak diwajibkan oleh Syara'. Dalam hal ini sikap yang paling bijaksana ialah mengikuti tiap-tiap perbuatan jelek dengan perbuatan bagus, inilah kunci keberhasilan.
No comments:
Post a Comment